Pages

Sabtu, 01 Agustus 2015

Niat Ikhlas dan khusyu dalam shalat



“ikhlas adalah membersihkan perbuatan dari segala ketidakmurnian,
 termasuk apa yang timbul dari keinginan tidak menyenangkan diri sendiri dan makhluk lain 
atau membebaskan tujuan dari selain allah SWT. 
yang berperan dalam hal itu”

Shalat
1.       Niat : Memantapkan tujuan hanya semata-mata kepada Allah
2.       Ikhlas : membersihkan segala sesuatu dari tujuan selain Allah
3.       Khusyu : merenungkan sedang berada dihadapan Allah dan mengingat kematian

Orang yang khusyu shalatnya,
 seluruh anggota badannyapun 
akan khusyu”

Catatan :
Islam adalah suatu  totalitas. Allah menyeru manusia agar memasuki islam secara paripurna. dan puncak tertinggi dari keberislaman seseorang adalah didapatinya hati yang selamat (qalbun salim). segala sesuatu berawal dari hal yang terkecil, maka mulailah dari perkara ibadah shalat . 

saat akhirat menjadi prioritas utama maka dengan sendirinya dunia mengikuti dan berada dalam genggaman namun saat kau berpaling ingatlah azab-Nya amat pedih”

Minggu, 26 Juli 2015

hahah apalah apalah



****

 perlahan angin bertiup kearahku,
setengah sadar aku dibuat olehnya.
ia datang membawa sejuk
aku menunggu untuknya.
Kau datngkan dia untukku , seseorang yang sepertiku.
meski hanya dugaan yang hampir tepat”

“aku merindu atas mimpi yang tak pernah kuperjuangkan
namun Kau pertemukan aku dengan kebahagiaan.
betapa besar kuasamu”

“Dari kepura-puraan, rasaku berubah menjadi nyata.
seperti aku sedang mengasah parang untuk menikam diriku
mengapa begitu cemburunya aku”

“saat aku mengenangnya aku merasakan airmata yang tumpah empat tahun lalu
namun saat kau pertemukan aku dengannya, kembali aku “merasa” seperti empat tahun yang lalu
sampai detik inipun aku tak mengerti tentang rasa yang lahir dalam ketiadaan itu”

“biar kutanya pada diri tentang arti kasih dan sayang.
lalu ku nyatakan kepadamu , aku menyayangimu.
betulkah, aku harus melepaskan seseorang yang kusayangi
karena ragu tak mampu menjaganya.
atau kau berkenan mendampingiku untuk saling menjaga satu sama lain”

“bukan hanya jarak dan waktu yang membelenggu.
saat aku berfikir tentang kekasihmu.
hatiku seperti terbelunggu dan memilih pergi
hanya aku terlanjur merindu dan tak mampu melupakan kenangan”

“sering ku katakana kepada seseorang
bahwa aku belum pernah jatuh cinta
mungkin aku saja yang tak mengerti
dan mungkin aku jatuh cinta kepadamu”

“mereka berkata tentang kata terindah
aku mulai berfikir untuk menuliskan sebuah puisi untukmu
yang menurutku indah.
puisiku adalah doa tentang kebahagiaanmu
yang semoga indah ketika terwujud”

“Aku sangat mengerti mengapa engkau menangis
suatu hari aku ingin melihat kau bahagia tanpa perlu meneteskan airmata
sebab tak adalagi kesedihan yang harus kau ringankan”


-------
Setelah hujan sore itu ada hal yang berbedaa dari hujan-hujan sebelumnya..
Hujan sore itu menghadirkan sesuatu yang indah ..
Sesuatu yang membuat langit mendung sore itu tampak  berwarna..
Dan aku menimati langit sore itu dengan penuh rasa syukur atas anugerah Mu..

Hadirnya pelangi sore itu mebuatku mengingatmu..
Yah kamu yang tanpa sengaja hadir setiap hujan dari mataku turun..
Seperti pelangi yang membuat langit indah sore itu..
Kaupun membuat Indah hari-hariku dengan warna yang kau ciptakan..

Seperti aku menikmati pelangi di langit sore itu..
Aku selalu menikmati kehadiranmu di setiap hariku..
Dan Aku menikmati perasaan yang aku miliki..
Karena kau dan perasaan ini adalah Anugerah yang  harus di Sykuri ..
Aku menysukurinya dengan menikmati semua ini..

Tapi langit sore itu menyadarkan ku satu hal..
Satu hal yang sebenarnya tak ingin ku terima namun harus ku terima..
Kehadiran pelangi hanyaa sesaat mewarnai langit..
Dia menghilang tanppa jejak entah kemana..

Aku kembali teringat oleh mu, Iya kamu yang mewarnai hari ku saat ini..
Mungkin kau juga akan menghilang seperti pelangi..
Aku harus siap dan aku tak akan pernah menghalangi pelangiku pergi..
Karena ketika dia pergi kuharap dia akan berubah menjadi matahari ..
Menjadi matahari dilangit yang dia dambakan..

Saat itu terjadi  aku akan menjadi langit yang  cerah,
Karena melihat pelangiku menjadi matahari yang bersinar sudah membuatku bahagia..
Karena matahari menyinari seluruh langit di Bumi namun dia hanya berada pada satu titik..
Semoga kau menemukan langit yang kau dambakan,sehingga sinarmu  akan selalu memberikan manfaat untuk orang-orang disekitarmu..
Jadi walau pelangiku menghilang dan berubah menjadi matahari aku tetap dapat merasakan nikmat Sinarnya dan Aku mensyukuri hal itu J

****
Pelangi menghadirkan warnanya untuk langit , mentari melahirkan pelangi dengan beberapa warna yang cerah dan menyejukan pandangan. maka begitulah aku ingin menjalani waktu. berharap menjadi pelangi bagi seseorang sampai suatu hari aku kembali kedalam cahaya matahari dan melahirkan sejuta pelangi untuk semua orang.

Bila Engkau mengujiku dengan rasa yang Kau titipkan dalam hatiku. maka aku akan melewatinya dengan senang hati. bila Engkau mengujiku kembali, maka akan kulewati lagi dengan senang hati dan bila Engkau mengujiku lagi. maka jangan biarkan aku berpaling darimu karena kecintaanku kepadanya.

Dengan sabar aku menanti. dalam penantianku aku bertemu dengan seseorang yang lebih sabar dariku. apakah yang kami perjuangkan dengan air mata dan kesebaran berada dalam kebenaran?.

aku menginginkan bunga mawar yang berada dalam genggaman orang lain. bukan aku ingin memilikinya untuk kunikmati sendiri.  Aku hanya ingin melihatnya tumbuh dibawah sinar matahri dan menjadi penawar bagi semua orang yang melihatnya. Namun mawar yang hampir layu itu tak berdaya dalam genggaman pemiliknya.

             
            atas segala rasa yang hadir dalam hidupmu, bukan bagaimana kau memperjuangkan akan tetapi bagaiman kau menikmatinya dan menempatkan dalam keadaan syukur atas anugerah luar biasa tersebut. hubungan yang terlihat seperti kekanak-kanakan , mereka sangat jujr dal merasa dan orang yang terlibat didalamnya ialah orang yang berhasil menikmati rasa, karena wujud sebuah rasa adalah kelemahan dan penuh dengan keajaiban yang tidak akan pernah bisa dijangkau oleh akal dan fikiran manusi.

            maka biarkanlah segala rasa mengalir, biarkan dirimu jatuh lebih dalam, nikmatilah tanpa melupakan siapa yang member dan belajarlah untuk lebih paham tentang dirimu dari sesuatu yang sangat lembut seperti (rasa).

            suatu hari aku merasa marah, cemburu , rindu dan bahagia. aku bertanya tentangnya, mengapa?. sedangkan sebelum aku tercipta , aku tak mengingat apa yang aku katakana kepada tuhan selain aku percaya. begitu juga seluruh rasaku, tiada yang dapat kujelaskan tentangnya, selain ada yang kurasakan

“biar ku katkan kepadamu tentang harapan. mengapa engkau begitu takutnya untuk berharap kepada seseorang. padahal apa yang kau harapkan adalah sebuah doa”

hahah uwislah capek mamang.
           









Selasa, 21 April 2015

ahhhhh

Koboi Kampus Misterius
            Biasanya seorang kutu buku berpenampilan rapi, memakai kacamata dan bersikap layaknya orang ber-intelektual tinggi yang memperhitungkan nilai estetika dalam segala tindakan sebab ia memilki pengetahuan dan wawasan yang luas.
            Lain halnya dengan iwan. Iwan adalah seorang mahasiswa berpenampilan ala “koboi” kampus dengan celana serampangan dan rambut gondrong ciri khas anak metal. Dari penampilan dan caranya bersikap mungkin tidak ada satu orangpun yang mengira jika Iwan cermin mahasiswa yang rajin.
            Setiap harinya Iwan selalu menggoda gadis-gadis kampus dan tertidur saat dosen sedang menjelaskan materi perkuliahan. Kebiasaan tersebut seolah menjadi karakter iwan yang sesungguhnya. Teman-temannyapun menjuluki Iwan dengan gelar “si pelor gentit” alias tukang tidur dan suka menggoda gadis-gadis.
            Tetapi ada hal yang menarik dari Iwan. Meski ia terlihat seperti seorang mahasiswa  serampangan dan genit. Ternyata di balik sikap dan penampilannya terdapat sesuatu yang luar biasa tersembunyi dalam dirinya, bak manis buah mangga mangga dibalik kulit tak mengugah slera.  
Selain kutu buku ia juga rajin dalam beribadah serta berbakti kepada orang tuanya. Sungguh berlawanan bukan. Namun itulah kenyataan tentang seorang Iwan si “koboi” kampus.
*****
            “Dugg…Duggg..Duggg…Durr!”. Terdengar adzan subuh berkumandang.
            15 menit setelah  adzan subuh usai. Iwan dibangunkan oleh bunyi tiga alarm yang begitu nyaring.
            “shittt…kesiangan lagi deh! shalat subuhnya”. Ucap Iwan dengan mata setengah merem-melek.
            Padahal hanya telat beberapa menit saja, seharusnya bukan masalah, toh iwan tidak sengaja. Harapannya bangun tepat waktu , tapi apa yang bisa dilakukan oleh orang yang sedang tertidur. Terkadang seseorang tertidur tanpa disadari dan terbangun diluar kehendaknya.
 Bagi Iwan tepat waktu adalah harga mati. Iwan sangat menghargai waktu. Sebab sekali waktu berlalu sedetikpun takan dapat terulang. Begitulah presepsi iwan mengenai waktu
            Selesai membasahi tubuh dan menyucikan diri dengan membasuh beberapa bagian tubuhnya (berwudhu). Ia melaksanakan shalat dan mengaji seperti biasa. Ketika melantunkan ayat-ayat Al-quran terasa getaran dalam diri iwan seperti sebuah hati yang tersentuh oleh keindahan. Mengaji membawa ketenangan , Iwan merasa dengan shalat dan membaca Al-quran menjauhkannya dari sifat malas.
            Teman-teman kotsan iwan masih tertidur pulas. Ia mencoba membanginkan temannya dengan cara halus namun tidak berhasil. Karena merasa geram ia mengeluarkan jurus jitu untuk membangunkan temannya yang belum kembali jua dari pulau kapuk.
            “yo mannn… lala..yeye..trararar!”. Suara musik regae dari salon aktif dengan volume full.
            Akhirnya teman-taman sekamar iwan membelalakan mata. Mereka berguling-guling di tasa tempat tidur , sesekali menengok ke arah Iwan. Akan tetapi suara musik yang sangat keras melebur keinginan mereka untuk kembali memjamkan mata dan melanjutkan tidurnya.
            “Iwan apa-apaan sih , ini masih sangat pagi”. Ucap salah satu temannya.
            “Ayam saja sudah berkokok, ente bilang ini masih pagi, malu eh! .... sama ayam”. Ha-Ha-Ha tertawa puas.
*****
Matahari pagi bersinar terang di atas kampus biru tempat Iwan menuntut ilmu. Setengah jam lebih awal Iwan berada di kampus. Ternyata “koboi” kampus ini tidak tergolong makhluk injuri time (datang terakhir pulangnya duluan).
Kampus masih terlihat sepi, hanya ada beberapa OB yang berkeliling untuk membuka ruang kelas yang terkunci. Iwan yang mempersiapkan bekal buku sebelum ia berangkat menuju kampus lebih memilih duduk di kelas ketimbang nongkrong di kantin dan meminum segelas kopi. Maklum mahasiswa kere uang jajan pas-pasan.
Beberapa halaman dari buku yang dibawanya telah dilumat oleh Iwan. Kalau ibarat perut, di jejali makanan terus menerus sampai menjadi buncit. Begitulah otak iwan yang penuh dengan pengetahuan.
Tanpa disadari beberapa teman Iwan sudah masuk ke dalam kelas. Iwan yang masih saja asyik dengan bukunya tidak menengok ataupun berkedip walau sekejap. Mungkin kalau ada bintang jatuh Iwan akan tertimpa tanpa menghindar. Untungnya tidak ada bintang jatuh di pagi hari. Kalau ada, orang-orang seperti Iwan ini bias musnah satu per satu tertimpa oleh bintang-bintang yang jatuh. Saking seriusnya.
“hahhh…gak salah liat nih..!”. Tegur salah satu temannya.
            Iwan tercengang dan segera menutup bukunya lalu memasukan buku itu kedalam tas. “Tii..tii.. tidak, aku  cuma iseng ko”. Jawab Iwan dengan gugup.
            “Loh kenapa mengelak , baca buku kok gengsi”
            Iwan tidak menembali temannya. Ia keluar dari dalam kelas dengan kepala menunduk sejajar arah jarum jam enam. Dalam hati sambil berjalan “malunya ketahuan baca buku takut dikira sok rajin, membuat tidak nyaman saja”.
            Mungkin karena terikat dengan penampilan serampangan Iwan malu jika ia didapati sedang membaca buku oleh teman-temannya. Atau bisa jadi karena kebiasaannya tertidur saat dosen menjelaskan materi perkuliahan. Yang lebih rumit, mungkin Iwan ingin menjadi si misterius yang tidak ingin diketahui orang kalau ia adalah seorang kutu buku.
*****
            Perkuliahan telah berakhir tanpa terasa. Iwan bergegas menuju tempat parkirk dengan tergesa-gesa. Ia berjalan dari arah kelas menuju tempat parkir, ibarat sepasang kekasih yang menjalin hubungan jarak jauh - long distance relationship - akan saling bertemu setelah terpisah oleh jarak dan waktu. Akan tetapi Iwan tidak berniat untuk bertemu seorang kekasih atau siapapun. Lantas apa yang membuatnya begitu tergesa-gesa.
            Sesampainya di tempat parkir , lagi-lagi keanehan tampak pada Iwan. Memakirkan motor seolah-olah hendak melakukan tindakan curanmor. Tapi benar itu adalah motor milik Iwan. Memang aneh.
            “bro mau kemana kok buru-buru banget!”. Sapa salah seorang kawannya di kampus.
            “Anu … kebelet nih udah gak nahan pengen pup… ngeng….tancap gas”
            Jadi alasan itukah yang melatar belakangi perilaku Iwan dari semenjak keluar kelas sampai berada di tempat parkir. Tidak rasional rasanya. Kampus Iwan yang megah ini memiliki seratus toilet di dalamnya. Jikalau pun ada banyak mahasiswa yang ingin buang air , tidak semua toilet terpakai tanpa tersisa. Mengapa ia memilih untuk buang air di kotsannya yang jelas-jelas jaraknya sangat jauh dari kampus di banding dengan toilet yang berada dalam kampus.
            Setibanya dikotsan iwan tidak terburu-buru ke kamar mandi untuk buang air. Justru ia dengan santai melepas baju dan mengganti pakain. Berbanding terbalik dengan alasannya ketika dikampus.
            Kotsan tidak seramai biasanya. Teman-teman iwan yang berbeda jurusan rupanya masih mengikuti perkuliahan. Momen sepi itu Iwan manfaatkan untuk membaca buku yang sebelumnya sempat terhambat kerena dipergoki oleh tamannya di kampus.
Iwan membaca buku tersebut dengan khusyunya. Lembar demi lembar ia baca dengan baik dan teliti. Kesempatan ini sudah di tunggunya semenjak Iwan duduk di kelas. Sebenarnya ketika Iwan mengikuti perkuliahan dan tidur dalam posisi duduk ia tidak benar-benar tertidur. Iwan sedang membayangkan saat diaman ia melanjutkan membaca buku itu. Bertanya-tanya tentang berapa banyak pengetahuan yang terkandung di dalamnya yang dapat ia miliki. Semua itu timbul karena iwan memiliki rasa penasaran yang tinggi dan tidak puas jika mebaca setengah-setengah.
“krekkk….!”. Bunyi pintu.
Rupanya teman-teman iwan sudah datang. Iwan masih saja khusyu membaca bukunya. Ia seperti terhanyut dalam lembah harau dengan segala keindahan yang terdapat di dalamnya. Menurut iwan buku adalah sumber pengetahuan, setiap kata  berdiri seperti sajak indah yang menjadi kenikmatan tersendiri bagi  iwan. Acap kali iwan jatuh dalam keindahan buku yang dibacanya dan melupakan keasyikan di sekitarnya. Akan tetapi tidak dengan shalat, meski begitu Iwan selalu menghentikan membaca bukunya ketika adzan mulai berkumandng.
“Rajin banget baca buku wan! Kaya mau jadi presiden aja…aha ha ha!”. Ledek salah satu temannya.
Iwan segera menutup buku dan menyembunyikannya di balik lemari.
Karena sering di ledek teman-temannya iwan malu jika membaca buku dengan sangat rajin. Selain itu Iwan juga ingin menjadi si misterius yang menyembunyikan isi pada kulitnya. Sehingga teman-temannya bisa menganggap iwan seorang “koboi” kampus sejati yang jauh dari buku dan sikap tekun dalam mengikuti perkuliahan.

           
           

           
           













Menjual Kartu Perdana Untuk Menyambung Hidup
            Memasuki akhir minggu  menyedihkan. Problematika anak kost selurhnya  adalah akhir minggu. Waktu dimana keberadaan uang semakin jauh dari harapan. Titik kemiskinan mencapai puncak dan kebutuhan hidup menjadi sulit terpenuhi saat itu. Terutama kebutuhan pokok seperti makan.
            “kruwukkk…”. Bunyi lapar dari perut Iwan.
            Perkulliahan 3 SKS masih saja berlangsung. Waktu demikian lambatnya berlalu. Iwan terus menerus menengok ke arah jam dan berharap semoga berputar lebih cepat. Saking laparnya.
            “ahhhh… lama sekali, ayolah segera berakhir! Ayo jam berputarlah lebih cepat! Please!”. Ungkap Iwan dengan nada sangat rendah.
            Akhirnya perkuliahan berakhir setelah menyiksa Iwan dalam tuntutan jasmaniyah yang terus meronta. Iwan yang sedaritadi menahan lapar berlari layaknya orang kesurupan. Ditujunya sebuah kantin yang terletak di pojok kampus.
            “Bi …. makan , biasa pake tahu tempe”. Dengan nafas naik turun saking capeknya berlari dalam keadaan lapar.
            “Bibi menyiapkan makan untuk iwan”.
Mahasiswa, terutama anak kost terkenal dengan julukan kantong sempit. Bukan karena ukuran kantongnya yang sempit melainkan budaya hemat cermat yang mendarah daging dalam diri anak kost. Contohnya  iwan makanpun dengan lauk tahu tempe saja, saking memperhitungkan hidup dari hari ke hari.
“Ini nak iwan, makanannya sudah siap”. Sodor bibi kantin.
Dengan lahap iwan menyantap makanan yang telah dipesannya tanpa menyisakan sebutir nasi di atas piring. Iwan meraba-raba kantongnya. Diperiksa lagi seluruh kantong celanannya. Ternyata tidak ada sepeser uangpun.
Ia ingat ini adalah akhir minggu.
“waduh ini kan akhir minggu , aku tidak lagi memiliki uang sepeserpun”.
“Bu maaf saya tidak memiliki uang untuk membayar nasi tadi, bolehkah jika saya membayarnya nanti setelah dapat kiriman uang dari orang tua”. Ucap iwan kepada ibu kantin.
Tiba-tiba muncul teman Iwan tepat disampingnya.
“sudah wan saya saja yang bayar”. Temannya yang begitu baik hati membayar makanan Iwan.
“Terimakasih ben kamu sudah membayar makananku, maaf aku jadi merepotkanmu”
“Sama-sama wan, jangan berlebihan toh harganya juga tidak seberapa. Kebetulan aku masih memilki cukup uang. Jadi bukan masalah bagiku”.
*****
Iwan yang terlahir dari keluarga berkecukupan bisa saja meminta dengan mudah kepada orang tuanya setiap kali ia kehabisan uang. Namun ia tidak melakukannya meskipun ini adalah akhir minggu menyedihkan baginya. Iwan tidak mau terlalu banyak merepotkan dan terus menerus bergantung kepada orang tuanya. Baginya hidup mandiri bukan berarti lepas dari bantuan orang tua sepenuhnya, setidaknya sedikit meringankan beban orang tua adalah proses menuju dewasa dan mandiri sebelum iwan memiliki pekerjaan tetap dan berpenghasilan.
“Ayo wan ayo..putar otak! Putar otak! Bagaimana caranya bisa mendapat uang untuk menyambung perut”. Ucap Iwan pada dirinya sambil mengetuk-ngetukan jari telunjuk di kepala bagian kanan atas.
Ide cemerlang melintas dikepalanya.
“Ahaaaa! Minggu lalu aku pernah membeli perdana dan mendapat diskon karena membelinya lebih dari satu. Bagaimana jika aku menjualnya secara kolektif dan meminta bayaran terlebih dahulu”. “cemerlang wan! Cemerlang!”. Iwan berbangga diri.
Ia langsung tancap gas menuju kostan temannya. Di dalam kosan tersebut terlihat kerumunan mahasiswa. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang nobar menggunakan infokus, ada juga yang bermain playstation. Loh mengapa banyak sekali orang , biasanya kan kostan hanya berukuran mini cukup untuk tidur dua atau tiga orang. Kostan itu adalah sebuah rumah dengan empat kamar tidur, ruang TV, dapur dan tiga kamar madi. Jadi tidak heran kalau ada banyak sekali mahasiswa di dalamnya.
“Assalamualaikum”
“waalaikumsalam”. Balas semua teman-temannya serempak.
“perhatian! Perhatian! Teman-teman ada info penting jadi tolong hentikan aktifitas kalian sejenak, mengingat ini sangat penting.
Begitulah cara Iwan menarik perhatin. Kalau tidak dengan cara seperti itu mana mungkin teman-temannya yang sedang begitu asyik dengan kesibukan masing-masing mau menanggapinya.
Semuanya terdiam dan melihat ke arah Iwan.
“Jadi begini loh! Saya berencana untuk menjual perdana dengan kuota internet yang sangat berlimpah. Pokoknya di jamin untuk yang suka streaming tidak akan kecewa. Batas waktunya sangat lama sehingga kalian tidak perluriskan jika di hari kemudian mendapat tugas yang memerlukan referensi dari internet. Siapa yang minat! Siapa yang minat! Tinggal acungkan tangan”. Promosi iwan kepada kawannya. Ia berbicara dengan cepat tanpa jeda koma dan titik. Khawatir jika teman-temannya memalingkan wajah dan menutup telinga karena sebenarnya ini bukan hal yang benar-benar penting.
“Ah! Kamu wan mengganggu saja!”
“Huuu, kirain ada apa”. Teman yang lainnya dengan jengkel.
“Ha-ha-ha! Kalau tidak begitu mana mungkin mendapat perhatian dari kalian. Jadi siapa di antara kalian yang berminat?”.
Lima teman iwan mengacungkan tangan. Mereka berminat  untuk membeli perdana yang di promosikan iwan. Sesuai dengan ide sebelumnya iwan meminta uang terlebih dahulu kepada teman-teman yang berminat.
Semua uang sudah terkumpul. Iwan menghubungi penjual kartu perdana melalui handpone.
“Assalamualaikum…halo gan! Saya mau pesan kartu perdana masih ada gan”. Tanya iwan dengan ramah.
“Masih gan, mau pesan berpa?”
“pesan lima gan! COD (cash on deliveri) di tempat biasa yah!”
“oke siap gannn! OTW”
Beberapa menit berselang penjual kartu sudah tiba di hadapan iwan. Iwan melaksanakan transaksi jual beli layaknya pengusaha kelas dunia. Dengan tanggap dan cepat ia bernegosiasi menentukan harga agar mendapat keuntungan yang lebih banyak.
“Oke deal”. Transaksi berakhir.
Ternyata karena Iwan membeli cukup banyak ia mendapatkan potongan harga lebih dari sebelumnya. Ini juga berkat negosiasi iwan yang pandai.
“Hore! Hore! Lala lala lala”. Sambil menari-nari kegirangan.
Maklum ini pertama kalinya bagi Iwan memeperoleh uang dari keringatnya sendiri. Sebelumnya Iwan memahami arti hidup mandiri segala kebutuhannya selalu dipenuhi orang tuanya. Iwan merasa bangga ini menjadi langkah awal nnbaginya untuk menemui kemandirian sejati. Meski tidak banyak uang yang didapat, setidaknya cukup untuk mengisi perut dua hari kedepan.
“Pola fikir seseorang menentukan masa depannya. Jika orang yang terlakhir dari keluarga berada terus menerus menyandarkan tubuhnya di pangkuan orang tua , selamanya ia akan menjadi bayi yang tidak bisa melakukan segala hal dengan tangannya sendiri. Kehidupan harus dijalani sebaik mungin agar hari esok dapat kita petik buah kerja keras yang sangat nikmat”. Tulis iwan dalam catatan hariannya untuk mengabadikan kenangan.







Hanya Puisi Untuk Ibu
            Liburan akhir semester yang hanya beberapa minggu menyudutkan Iwan dalam keraguan. Jarak dari daerah tempat iwan berkuliah dengan kampong halamannya sangat jauh. Jika menyebrangi lautan membutuhkan waktu berhari-hari. Sebenarnya bisa di tempuh melalui transportasi udara namun biayaya pesawat sangat mahal
            Iwan terjatuh dalam sebuah dilema. Untuk pulang kekampung halaman ia akan menghabiskan banyak uang, sedang rindunya kepada ibunda tercinta tak dapat di bending lagi. Sudah enam bulan iwan tidak berjumpa dengan orang tuanya.
            “Ahhh!! Bagaimana ini? Pulang!tidak ! Pulang Tidak. Kalau pulang akan menghabiskan banyak uang. Aku sebenarnya rindu kepada ibu. Arghhh!”. Terjadi perdebatan hebat dalam hati Iwan.
            Akhirnya iwan memutuskan untuk menetap di perantauan. Meski semua teman-temannya sudah pulang tapi Iwan tidak khawatir sebab masih ada teman lain yang seorang pribumi daerah itu. Kerinduan dan harapan segera bertemu ibu dilupakannya. Meski amat sangat rindu sikap Iwan yang lebih condong untuk menetap didikung oleh beberapa alasan. Pertama ia harus melakukan perbaikan beberapa mata kuliah yang BL (Belum Lulus). Kedua Iwan memiliki agenda bakti  sosial  di waktu libur tersebut. Alasan terakhirnya yaitu  takut menghabiskan banyak uang orang tuanya untuk pulang dihari libur yang cukup singkat. Dengan beberapa alasan tersebut iwan mengambil keputusan setelah memikirkannya matang matang.
            Iwan yang gemar menulis pisi berencana untu mengirimkan puisi kepada ibunya. Harapan Iwan melalui puisi itu tersampaikan rindunya kepada ibu.
            “Walaupun tidak pulang stidaknya aku bisa menyampaikan seluruh rindu kepada ibu melalui puisi. Mudah-mudahan ibu mengerti atas ketidakpulanganku”. Ungkapnya dihadapan sebuah cermin dengan wajah lesu.
*****
            Rembulan dilangit malam bersinar begitu hangat juah kemerlap gemintang tampak begitu memukau. Sejuta onspirasi lahir dari kerinduan iwan kepada ibunya. Sebelum semuanya hilang iwan menuangkannya di atas selembar kertas putih dan polos melalui pena.
 Untuk Ibunda Terkasih di kampung halaman, semoga selalu dalam keadaan sehat.

Rinduku tak jua reda bagai hujan setelah awan mendung.
Untuk ibundaku tersayang, dalam cahayamu aku berjalan melewati kegerian negeri perantauan.
Disini, semua terlihat  sangat asing bagiku.
Namun kau tahu ibu.
Semakin berliku jalan yang kutempuh , semakin terang jua cahayamu membimbingku.
Ibu …..
Dalam kasihmu aku teduh.
Bersama cintamu aku teguh.
           
Dari anakmu, Iwan.
            Bait-bait puisi selesai disempurnkannya. Iwan mengemas puisi itu dalam sebuah amplop yang telah dituliskan alamat kemana amplop itu akan dikirim. Iwan tertidur nyenyak setelah mencurahkan segala isi hatinya di atas sebuah kertas.
*****
            Beberapa hari setelah surat itu dikirm. Iwan mendapat balasan dari ibunya. Betapa senangnya hati Iwan. Seakan  ibu ada disamping Iwan dan mengelus-Ngelus pipinya. Iwan yang meras penasaran ka nisi surat itu dengan segera membukanya.
Untuk anakku Iwan, semoga selalu dalam keadaan sehat.

            Puisi yang kamu kirimkan sedikit mengobati rindu ibu kepadamu. Anakku meskipun kau jauh disana, ikatan batin yang kuat di antara kita membuatmu tersa dekat disis ibu. Ingatlah selalu akan kewajibanmu. Kamu harus belajar dengan sungguh-sunggu. Anakku Iwan , dalam setiap sujud ibu selalu menyelipkan namamu. Berdoa kepada-Nya semoga kebahagiaan ada di setiap langkah yang kau tempuh. Cukup sekian dari ibu.
Wassalam.
            Airmata iwan mengalir dari kedua bola matanya. Iwan terharu setelah membaca surat dari ibunya. Semangatnya untuk menuntut ilmu semakin memuncak.
            Iwan berjanji pada dirinya.
            “Suatu hari nanti aku kan menjadi orang yang besar. Aku tidak ingin menyi-nyiakkan apa yang telah ibu berikan kepadaku. Seluruh kasih saying dan pengorbananya”. Ucapnya dengan pipi yang basah oleh airmata.















Aku Memilih Menyayangimu Dengan Benar
            Mentari pagi di sebuah sekolah menengah atas begitu hangatnya bersinar. Angisn sepoy-sepoy mengalir menggerakan dedaunan disekitar. Disana ada orang-orang yang  melintasi gerbang, diantara mereka ada yang sendiri dan bergerombol. Sekolah Iwan Memang terkenal sejuk karena banyak pepohonan.
            Jam 07.15 tepat bel berbunyi. Iwan masih saja asyik nongkrong dikantin bersama kawan-kawannya. Meski bel telah berlalu ia dan teman-temannya sengaja masuk paling akhir setelah guru berada dalam kelas. Ini sikap yang tidak patut untuk dicontoh.
            “Heyyy! Apa-apaan kalian bel sudah berbunyi masih saja nongkrong disisni. Ayo cepat masuk. Mau bapak hukum kalian semua”. Bentak salah satu guru.
            Merekapun berlarian bagai sekawanan waria yang sedang dirazia. Dan menuju kelasnya masing-masing.
            “Assalamualaikum”
            “Waalaikumsalam. Dari mana kamu wan?”
            “Dari kamr mandi pak”. Dengan nafas sedikit sesak.
            Iwan berbohong kepada gurunya. Jika ia mengatakan yang sebenarnya pasti akan dimarahi. Lagi-lagi iwan mencerminkan sikap yang tidak patut dicontoh. Jujur itu terkadang menyakitkan namun kejujuran selalu berujung indah.
Sekolah Iwan yang berbasic agama memiliki beberapa mata pelajaran keagamaan. Pada jam pertama ini adalah mata pelajaran Quran hadist yang membahas mengenai al-quran dan as-sunnah.
            Seperti biasa iwan duduk di bangku deretan belakang. Sejenak ia memeperhatikan saat guru menerangkan pelajaran. Sejenak ia pura-pura tidur di atas meja dengan beralaskan kedua tangannya. Lalu terbangun lagi. Entah iwan mengantuk atau ia jenuh dengan mata pelajaran.
            “pluk”. Bunyi kapur yang menyentuh kepala Iwan.
            “Tidak sopan. Saat guru menerangkan kamu malah tidak memeprhatikan dengan baik”.
            Iwan merasa tak enak hati atas kelakuannya di kelas. Seluruh kegelisahan ia tahan. Iwan memperhatikan pelajaran dengan baik. Guru itu terus menjelaskan materi pelajaran dengan baik. Kali ini membahas tentang zina. Lalu guru itu menjelaskan salah satu ayat al-quran  :
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)
            Iwan yang memiliki seorang kekasih penasaran apakah pacara termasuk zina atau tidak. Namun pengetahuan agamanya belum cukup. Iwan tidak bisa menyimpulkan dengan akal dan fikirannya begitu saja. Ia memilih untuk menanyakan kepada gurunya.
            “pak saya mau bertanya. Apakah pacaran itu termasuk dalam zina?”. Tanya Iwan penuh semangat.
            Gurunya menjawab.
            “pacaran itu tidak termasuk dalam zina. Namun ketika kamu berduaan dengan kekasih kamu dan saling menatap satu sama lain, diantara tatapan itu ada zina. Saat kamu berpegangan tangan dengan kekasih kamu, diantara sentuhan tangan itu ada zina. Dan saat kamu berduaan dengan kekasih  di tempat sepi, diantara kamu berdua ada syaitan sebagai orang ketiga yang akan menghasut kamu untuk berbuat zina. Pacaran tiidak termasuk dalam zina, akan tetapi mendukung perbuatan zina. Jadi pacaran boleh-boleh saja asalkan tidak teleponan, tidak sms-an dan tidak saling bertemu”
            “Huuuu! Sama saja bohong pak buat apa pacaran”. Ucap beberapa teman iwan yang juga memiliki kekasih.
            Iwan terfikirkan masa-masa ketika dirinya dan kekasihnya sedang berduan. Iwan sering menatap wajah keaksinya dan keasihnyapun begitu. Iwan sering menyentuh tangan kekasihnya sembari mengutarakan kata-kata romantis. Setelah mendengar penjelasan dari gurunya Iwan menyadari segala perbuatan itu tidaklah baik dalam islam.
*****
            Langit malam begitu gelap tanpa bintang dan rembulan. Namun tidak ada setetes air langitpun yang turun membasahi bumi. Bukankah langit yang tiada bintang dan rembulan itu pertanda mendung. Sesekali mendung bukan berarti turunnya hujan. Dan kali ini memang tidak turun hujan.
            Di samping rumah yang berhadapan dengan pesawahan iwan duduk sambil memetik gitar. Lagu-lagu melankolis dengan judul yang sama dinyanyikannya berulang-ulang. Nampaknya Iwan sedang menglami dilema yang cukup hebat. Dimatanya tampak sedikit airmata. Menangis seperti wanitapun rasanya tidak mungkin bagi Iwan namun ia merasa haru atas lagu yang dinyanyikannya. Lagu itu sesuai dengan keadaan hatinya yang sedang galau.
            Segelas kopi menemani kegalauan Iwan. Tapi langit yang mendung seolah menyinggungya.
            “Langit mengapa kau mendung saat hatiku sedang kalut. Apakah kau tidak mau sedikit menghiburku dengan bintang dan rembulan milikmu. Langit bukankah sering aku duduk disini dan menatap ke arahmu. Namun mengapa engkau tak beracahaya saat hatiku sedang gelap. Ahhhhhh!”. Iwan berbicara kepada langit bak pujangga. Namun ini lebih mirip seseorang yang sedang frustasi.
            Kata-kata yang di ucapkan gurunya disekolah masih saja mengusik hati Iwan. Ia merasa bimbang apa tindakan selanjutnya yang akan ia lakukan. Sedang iapun tahu pacaran itu tidak baik. Memutuskan kekasihnya ia ragu mengingat teramat menyayanginya. Bersma-sampun acapkali mendekatkannya pada perbuatan yang kurang baik.
            “ahhhhhhh! Apa yang harus kulakukan”. Ucapnnya dalam hati.
            Tiba-tiba Iwan teringat artikel yang ia baca minggu lalu. Artikel itu membahas masalah jodoh :
            “jodoh itu rahasia Allah sekalipun manusia membelokan arahnya sesuai keinginannya tidak dapat merubah alur yang telah ditetapkan sang pencipta. Jika memang perempuan itu, milik laki-laki itu, cepat atau lambat mereka akan saling dipertemukan dan menyempurnakannya dalam suatu ikatan yang suci”
Sepenggal kata-kata bijak dari artikel itu yang diingat oleh iwan.
Akhirnya iwan mengambil keputusan yang sangat sulit diterimanya. Ia memilih untuk memutuskan kekasihnya apapun yang terjadi. Niat Iwan cuku baik ia ingin menjaga kehormatan dirinya dan kekasihnya dengan cara memutuskan hubungan pacaran. Iwan menuliskan sebuah pesan yang menyatakan dirinya ingin putus :
Assalamualaikum. Nisa aku mohon maaf sebelumnya. Ini sangat berat bagiku. Aku ingi memutuskan  hubungan kita. Semoga keputusanku mengundang kebaikan untuk kita berdua. Harapanku, meski sudah putus bukan berarti tali silaturahih di antara kita berakhir. Semoga kita masih bisa bersahabat. Aku juga berharap suatu saat kelak Ia berbaik hati mempertemukan kita berdua sebagi jodoh. Wassalam”
Airmata Iwan tak terbendung lagi setelah menuliskan pesan putus untuk kekasihnya. Mengingat ia sangat menyayanginya, banyak juga kenangan indah yang telah dilaluinya bersama kekasihnya. Akan tetapi keputusan itu, Iwan menganggapnya sebagai cara mengungkapkan rasa sayangngnya dengan benar. iwan hanya berharap suatu hari nanti ia dapat diperteumukan kembali dengan Nisa. Pada saat itu Iwan berkomitmen untuk tidak berpacaran lagi sebelum dirinya pantas menjemput seorang wanita dan menjadikannya pendampig hidup.












Menebus Kesalahan
            ”krining... krining..kriningg” bunyi nyaring alarm.
            Berulang kali alarm berbunyi. Namun tak mampu membangunkan lelapnya tidur Iwan. Apakah dalam mimpi ia sedang bertemu dengan bidadari-bidadari cantik. Lalu bidadari-bidadari itu mengikat kaki dan tanganya , membuatnya sulit beranjak dari mimpi untuk segera melihat kenyataan. Siapa yang tahu dengan apa yang terjadi dalam tidur iwan yang jelas Iwan tertidur begitu pulasnya.
            Ini kali pertama bagi Iwan, terbangun paling akhir diantara teman-temannya.  Apalagi sampai dibangunkan. Biasanya ia yang bangun lebih dulu dan membangunkan teman-temannya.
            ”wan..wan, bangun sudah siang”. Temannya berusaha membangunkan Iwan.
            Setelah di bangunkan oleh salah satu temannya barulah iwan membukakan mata. Jendela dengan gorden terbuka memperlihatkan matahari yang sudah bersinar sangat terik. Iwan menyadari hari sudah siang.  Tanpa membuang-buang waktu dan berfikir panjang Ia bangun dan berjalan menuju kamar mandi. 
            ”byur...byur...byur”. Iwan mengguyur tubuh seperti orang sedang memadamkan api dari rumah yang terbakar.
            ”astaga ini sudah sangat siang, kenapa kalian berdua tidak membangunkankku sih , kan aku sudah bilang kalau susah bangun siram saja pakai air, jadi kesiangan kan”. Ambek Iwan kepada kedua temannya.
            Sebenarnya kedua teman Iwan sudah berusaha membangunkannya berkali-kali. Bahkan sempat menggunakan jurus jitu yang sering digunakan Iwan untuk membangunkan mereka. semua cara itu tidak segera berhasil untuk membuatnya terbangun. Akhirnya mereka menggunakan cara yang lebih sadis. Menggunakan cutton but dikelitikinya telinga Iwan. Kejahilan yang cukup berhasil membuat iwan membuka mata tanpa sadar kalau dia dibangunkan setelah dikelitik oleh kedua temannya.
            Iwan menanggalkan pakaian asal pilih pada tubuhnya. Pakaian yang belum di licin tanpa disadari dikenakannya. Tidak menata rambut merupakan kebiasaan Iwan yang bergaya ala anak metal. Jadi tidak masalah baginya menata rambut atau tidak sebelum ia berangkat kuliah. Pakaian serampangan yang sering dikenakan Iwan sebenarnya bukan pakaian yang jelek. Lebih tepatnya pakain yang banyak mengandung unsur seni, menurut Iwan. Sedikit sobekan di celana namun tetap menggunakan baju yang di licin dengan rapih. Tentu pakaian yang dikenakan kali ini  menjadi masalah baginya dan juga bagi orang sekitar yang mungkin terganggu oleh penampilan Iwan.
*****
            Iwan mengendarai motornya dengan sangat cepat. Seperti seorang dragster ia memacu motornya di jalanan lurus dan seperti valentino rossi  ia menikung tajam sampai step motornya mengadu dengan aspal jalan sehingga membuat percikan api.
            Beberap menit kemudian Iwan tiba di kampus. Dari tempat parkir sampai kelas iwan berlari sekuat tenaga. Sebelum masuk iwan mengintip melalui jendela kelas. Ternyata perkuliahan sedang berlangsung. Ia bimbang memilih masuk atau menunggu sampai perkuliahan selesai .
            ” Masuk resikonya akan dimarahi, kalau tidak masuk sia-sia berangkat dengan terburu-buru dari kostan”. Dialog Iwan dalam fikirannya.
            Iwan memilih untuk memasuki kelas setelah beberpa pertimbangan yang matang. Ia akan meminta maaf kepada dosen mata kuliah tersebut atas keterlambatannya. Mungkin kesalahan Iwan tidak mudah untuk diterima , mengingat dosen tersebut memiliki tabiat tegas dalam mendidik dan sikap  apik dalam segala hal. Dengan berani Iwan memasuki kelas walaupun ia sudah menduga kemungkinan yang akan terjadi.
            ”Tok..Tok...Assalamualaikum”. Sembari membuka pintu.
            Presentasi sedang berjalan dengat khidmat. Dosen mempersilahkan iwan duduk tanpa teguran terlebih dahulu. Iwan mengurungkan niatnya untuk meminta maaf karena khawatir mengganggu berlangsungya presentasi. Mungkin setelah perkuliahaan selesai akan lebih baik, fikirnya. Dengan perasaan senang ia duduk di bangku deretan paling belakang.
            ”alhamdulilah kali ini selamat tanpa teguran yang menyakitkan”. Ucapnya dalam hati.
            Iwan mengalami revolusi perasaan. Seketika rasa senangnya berubah menjadi penyesalan. Dosen yang disangkannya mempersilahkan iwan duduk dengan senang hati mengutarakna teguran di akhir perkuliahan. ”Mahasiswa itu sangat beragam dan berbeda-beda sifatnya. Tapi orang-orang seperti iwan ini tidak layak untuk dicontoh. Sangat tidak menghargai waktu , datang kuliah seenak maunya saja”.
Kata-kata itu terdengar menyakitkan hati Iwan. Iwan yang selama ini merasa sebagai orang yang mengahargai waktu dan menganggap waktu adalah hal paling berharga tentunya sanagat marah. Namun ia tidak menanggapi perkataan dosennya , khawatir keadaan akan semakin buruk dan posisi Iwan memang dalam keadaan bersalah.
            Menunduk dan memasang muka seperti narapidana yang sedang di adili. Sikap itu ditunjukan iwan dihadapan teman-temannya. Setelah itu Iwan keluar mendahului dosen tanpa meminta maaf atau mengucapkan satu patah katapun. Ia merasa sangat kesal dan tidak bisa menerima perkataan dosennya. Keterlambatannya datang ke kampus tidak ada unsur kesengajaan sedikitpun. Semalaman penuh Iwan mengerjakan tugas statistika matematika yang tidak mudah untuk diselesaikan.
            Duduk menyediri di taman kampus dengan wajah yang tak enak dilihat. Perkataan dosennya masih terngiang di telingan Iwan.
”kalau saja dosen itu tau yang sebenarnya mungkin dia tidak akan melontarkan kata-kata yang keji seperti tadi”. Ungkap Iwan dalam hatinya.
Rumput-rumput Jepang yang hijau disekitar tempat Iwan duduk terlihat gundul membentuk lingaran stelah dicabuti satu persatu olehnya. Iwan yang hanyut dalam lamunan tidak menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya telah merusak keindahan lingkungan sekitar.
            ”Astaga apa yang kulakukan” . Sesal Iwan.
            Hari ini menjadi hari terburuk bagi Iwan. Ia merasa amat sedih dan tak habis fikir kalau dirinya menerima kenyataan sepahit ini.
            ”wan lagi ngapain kamu... duduk sendirian disini , melongo lagi”. Sapa salah satu teman sekelasnya.        
”tidak aku hanya merasa sedih, dipermalukan seperti tadi”
”kenapa harus bersedih wan, anggap semua itu pelajaran yang berharga”
Nasehat dari temannya melabur kesediahan iwan. Ia menjadi termotivasi untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Perkataan orang tuanya ketika Iwan hendak berangkat dari kampung halaman menuju perantauan untuk menuntut ilmu tersirat dalam benak iwan. ”Wan kamu tahu tidak, ketika manusia berambisi untuk menjadi yang terbaik tanpa menyertakan sang pencipta dalam dirinya ia akan jauh dari tujuannya, namun lain halnya dengan seseorang yang mengerahkan segala daya upaya untuk memberikan yang terbaik bagi orang lain dan orang-orang yang dicintainya,  seluruh hidupnya akan di iringi oleh kebahagiaan dan kebaikan, sebab ada Allah dalam dirinya”.
Wajah Iwan kembali berseri, senyum diwajahnya mulai tampak. Ia merasa seluruh amunisi sudah terisi penuh dan siap menuju medan pertempuran untuk memenangkan perubahan yang lebih baik.
*****
            Hari ini adalah hari pertama berlangsungnya ujian akhir semester. Pagi-pagi buta Iwan sudah tiba di kampus. Di dalam kelas yang masih terlihat sepi iwan membaca kembali buku sebagai persiapan menjelang ujian akhir semester. Tampat duduk barisan paling depan sengaja di pilih Iwan .Ia berharap kejujurannya dalam mengisi soal-soal ujian akhir semester dapat dilihat oleh dosen. Sebab orang yang duduk di barisan paling depan tidak memilik kesempatan untuk mencontek. Biasanya budaya mencontek dilakukan oleh orang-orang yang duduk di tempat memungkinkan seperti barisan tengah atau belakang.
            Kebetulan jam petama ujian akhir semester yaitu mata kuliah dosen yang beberapa pekan lalu memarahi Iwan karena keterlambatannya. Semangat Iwan semakin menjadi-jadi. Waktu lalu Iwan peranh berjanji pada dirinya untuk menebus kesalahan atas keterlambatannya dengan cara membutikan bahwa ia mamapu meraih nilai yang tinggi pada mata kuliah dosen tersebut. Iwan menjadi tidak sabar untuk segera melangsungkan ujian akhir semester.
            Waktu ujian akhir semester dimulai. Dua perwakilan masasiswa membagikan soal uijian. Iwan orang pertama yang mendapatkan soal lantaran ia dduduk paling depan. Tanpa menunggu iwan membuka soal-soal itu dan mulai mengisinya. Ternyata perjuangan iwan tidak sia-sia semua materi yang di pelajarinya terdapat dalam soal-soal hujan tersebut. Dengan mudah iwan menyelesaikan 25 butir soal lebih awal dari waktu yang di tentukan.
            Soal ujian yang sudah diselesaikannya ia letakan di atas meja dosen. Iwan menjadi mahasiswa tercepat di antara lainnya. Bergegas iwan keluar dari kelas dan menghampiri dosen mata kuliah tersebut. Dosen itu sengaja duduk di luar kelas dan tidak mengawasi secara langsung selama ujian. Ia berharap mahasiswanya menjunjung tingg budaya jujur dalam mengerjakan soal ujian karena kesadaran diri bukan atas dasar rasa takut karena ada yang mengawasi.
            ”Asalamualaikum , pak”. Iwan mencium tangan dosen itu.
            ”Waalaikumsalam..Sudah beres kamu Wan?”
”Sudah pak, saya mohon maaf atas keterlambatan saya beberapa minggu sebelumnya”
”Iya wan...tidak apa-apa, asalkan jangan di ulangi”

Setelah meminta maaf iwan mohon pamit. Dosen itu tersenyum kepada iwan seolah menunjukan rasa bangga kepada mahasiswanya. Iwan kegirangan setengah mati. Ia sangat senang setelah melihat senyum terpancar dari wajah dosennya untuk dirinya. Hari ini seluruh kebahagiaan seakan sepenuhnya menjadi milik Iwan.

             

           
                       
             
           
           


Hewan Peliharaan Atau Buku ?
            Jomblo menjadi masalah besar bagi seorang laki-laki yang sebelumnya merasakan betapa nikmat betul dunia percintaan. Apalagi kehidupan dikampus. Jarang sekali ada lekaki yang tidak memiliki kekasih atau wanita yang single. Jadi jomblo boleh-boleh saja asal jangan dibuat tampak menyedihkan.
            Iwan sebenarnya tidak berkeberaan kalau ia menyandang title jomblo. Sudah lama sejak Iwan terakhir kali memutuskan hubungan dengan pacarnya dan tidak berencana memiiliki kekasih lagi. Bukan masalah bagi Iwan kesendirian tanpa kehadiran seorang kekasih, dunia itu sudah lama diselaminya. Tapi kenyataan yang tampak di sekitar kampus yang lekat dengan percintaan membuat iwan ingin memiliki seorang kekasih lagi.
            Niatnya kembali ia urungkan. Iwan bukan tipe orang yang suka menelan ludah sendiri setelah ia mengucapkan janji. Iwan mencoba mencari cara menghibur diri dan mengobati sepinya. Iwan yang merasa tidak tahu akan apa yang harus dilakukannya. Meminta pendapat seorang kawan.
            “Man mau tanya nih, misalkan ada seseorang yang merasa ada yang kurang bila menjalani hari-hari tanpa kekasih, tetapi ia memutuskan untuk tidak berpacaran. Menurut kamu apa yang bisa dilakukan orang itu”. Tanya Iwan, seolah benar orang lain yang mengalami masalah itu.
            “Gampang wan. Sewaktu saya tidak memiliki pacar. Saya mencoba membeli hewan peliharaan. Itu cukup asyik. Dan saya tidak pernah merasa kesepian tanpa kekasih”. Jawab temannya dengan mudah.
            Mengikuti nasehat yang diberikan oleh temannya. Esok harinya iwan membeli dua ekor dara di pasar tempat menjual burung. Burng itu dipeliharanya dengan baik. Tetapi terkadang kesibukan Iwan sering mebuat burung peliharaannya terlantar.
            Ternyata cara iwan mengusir sepinya dengan memlihara burung tidak berhasil. Burung itu mati. Bukan hal yang mudah bagi iwan memelihara hewan disela kesibukan kampus. Iwan merasa berduka atas kematian burung tersebut dan mengucapkan beberapa patah kata dihadappan burung yang tiada bernyawa.
            “Astaga! Berdosa aku. Mengurungmu dalam sangkar namun membiarkanmu mati begitu saja. Seharusnya aku tidak egois.
            Duka itu menyelimuti hati iwan. Meski yang mati hanya seekor burung peliharaan, Iwan yang sangat perasa meneteskan airmata. Ia merasa berdosa atas kematian burung peliharaannya. Iwan kapok dan tidak lagi-lagi akan memelihara hewan jika akhirnya hanya membuat hewan itu mati. Seharusnya burung itu terbang bebas di udara. Karena iwan memabatasi dunianya dalam kurungan. Hewan itu mati tanpa melihat banyak keindahan yang ada di dunia ini.
*****
            Sepuluh hari berlalu, duka atas kematiian burung itu masih saja menyelimuti hati iwan. Iwan terus-menerus dihantui perasaan bersalah. Disamping itu ia kembali meraskan kejenuhan karena kejombloannya. Iwan terkadang iri melihat teman-temannya yang begitu mesra bersama kekasihnya. Melintasi gerbang bersama, makan berdua, sampai belajarpun berdua. betapa indahnya saat itu, saat-saat sepasang kekasih merasa dunia milik mereka berdua.
            Iwan terus mencari cara untuk mengobati sepinya. Berulang kali ia berfikir. Sejenak dalam diam, lalu terlintas dibenaknya akan took buku samping terminal. Ia selalu memperhatikan took buku itu saat hendak pulang menuju kampong halaman menggunakan bus yang ada di terminal.
             Langit senja telungkup di atas terminal bus. Di sampingya terlihat toko buku miring berjejer. Debu mengepul di jalanan yang cukup besar. Banyak bus-bus besar keluar masuk termina. Kehidupan terminal memang dekat dengan keramaian. Tak jarang iwan melihas seorang bergaya pereman sedang memintai uang.
            Di toko buku itu trlihat banyak sekali buku-buku ada yang menumpuk di atas meja ada juga yang tertata rapih dalam sebuah lemari buku biasanya. Iwan yang tidak biasa pergi ke toko buku merasakan keanehan.
            “benarkah aku menginjakkan kaki di tempat ini? Apa tidak salah”. Tanyanya pada diri sendiri dengan angkuh.
            Iwan memilah-milah buku tetapi ia tidak tahu buku apa yang bagus untuk dibaca. Maklum ini kali  pertama bagi iwan singgah di toko buku. Sebelumnya menyentuh buku pun tidak pernah dilakukan. Iwan selalu merasa pusing kalau mambaca buku. Entah itu sugesti atau tidak ada niatan.
            “Wan sedang apa kamu disini?”. Tanya salah seorang yang juga berkunjung ke tempat itu.
            Orang itu adalah bejo teman sekampus Iwan. Ia seorang kutu buku. Jadi sangat wajar bila ada disekitar buku setiap waktu.
            “Tidak aku hanya iseng saja. Aku sedang mencari buku nih. Tapi tidak tahu buku apa yang menarik untuk dibaca”. Iwan menanggapi dan meminta nasihat temannya.
            Teman Iwan yang seorang kutu buku sangat mahir memilih jenis buku seperti apa yang bagus untuk di baca. Tanpa banyak memilih ia menunjukan salah satu buku bernuansa islami kepada iwan.
            “Nih! Wan buku ini keren. Kamu pasti tidak akan berhenti membacanya”. Temannya, sambil menyodorkan buku kepada Iwan.
            Iwan yang tidak memeriksa terlebih dahulu apa isi buku itu langsung saja membayarnya kepada kasir. Harganya cukup menguras kantong. Berhubung buku itu sudah disodorkannya kehadapan kasir mau tidak mau iwan memabayar.
            Setibanya di kostan tanpa menunggu lagi Iwan membuka buku yang masih terbungkus plastik. Iwan mulai membacanya. Ia merasa tertarik isi yang ada didalamnya. Pada bab selanjutnya Ia menemukan sebuah kalimat yang memotivasi dirinya untuk terus membaca. Kalimat itu bertuliskan :
            “apabila seseorang belajar ilmu tanpa semangat dan merasa sudah bisa, maka ia tidak akan pernah berhasil dalam mempelajarinya. Tetapi orang-orang yang bersemangat dan mau bersusah payah dalam mempelajarinya itulah orang yang berhasil”
            Saat itu Iwan menjadi orang yang tertarik kepada buku. Ia haus akan Ilmu. Tanpa membatasi minat ia membaca semua buku-nuku. Baik itu buku pengetahuan , agama, dan yang lainnya. Iwan juga merasa dengan membaca buku dapat mengobati sepinya hidup tanpa seorang kekasih.